Oleh Riska Molidar
Sabtu ini cuaca mendung,langit begitu gelap menyebabkan udara dingin
menusuk kulitku, kubetulkan letak selimut dan ingin melanjutkan mimpi ku..
“Maiiiiiiiii………….! Mama berteriak membangunkan ku.
“kamu ini anak gadis , mau jadi apa nantinya
kalau sudah menikah....?
Oh ya, aku punya kebiasaan buruk, selepas shalat subuh aku selalu
melanjutkan tidur.
Dengan bermalas-malasan aku bangkit dari tempat tidur, Ketika melihat
handphon, begitu banyak panggilan tidak terjawab dan sms dari sobat karibku Aisyah, setelah
membaca sms
“Astafirullah” hanya itu yang dapat terucap
Hari ini pelajaran pak Gani, Linguistic. Dosen
terajin sejagat raya , absen titipan tidak berlaku, aku sendiri tidak mengerti,
bagaimana pak dosen yang satu ini bisa
mengenali mahasiswanya, beliau hanya sepintas melihat seisi kelas, absen telah
terisi penuh.
“Sialllllllll,”gumamku dalam hati
pagi ini aku tidak mandi, hanya menggosok gigi
dan membersihkan muka. Aku terburu-buru .
“Maiiiiiiii,jangan
lupa sarapan sebelum kekampus ya !”
Aku hanya menoleh dan tersenyum,
“gak ma, dah telat” jawab ku tergesa-gesa
Tanpa memanasin mesin,langsung kutancap gasmotor metic kesayanganku,
sekali lagi kulirik jam, 15 menit lagi, semoga aku tidak telambat. Di depan
pagar kampus, aku hampir bertabrakan dengan seorang laki-laki, aku tidak
seberapa menghiraukannya, karena dalam benak, jangan telambat walau hanya sedetik,kalau
tidak nilai “A” akan melayang,apalagi ini 4 sks, akhirnya sampai juga,aku mengatur nafas yang ngos-ngosan, bapak itu baru
kelihatan,
“Alhamdulillah...ujar ku dalam hati.
“Mai..lho itu, kenapa sich selalu berburu waktu kekampus,
aku gak pernah lihat lho datang lebih awal, kita kan bisa duduk dikantin atau
diperpus, lho
tu kayak dikejar setan”
Aisyah seperti biasa mengomeliku,aku hanya
terdiam dan tersenyum padanya,
“Ditanya serius malah tersenyum” aisyah
melanjutkan pembicaraaannya,
aku menarik nafas panjang lalu kukatakan kepadanya semalam aku tidak
tidur gara-gara nonton bola, aku menyaksikan pertandingan Chealsea,untuk
melihat kekasih hatiku “EDIN HAZARD” mengolah sikulit bundar dan mencetak gol.
Kini Aisyah yang terdiam , mungkin dia heran melihatku yang menggemari
olah raga yang yang biasanya disukai kaum adam.
Ketika berada diruang makan, papa mengawali
pembicaraan,
“Mai..! Sebentar lagi kamu
ulang tahun ya?
Aku tersenyum dan berpikir papa
akan memberikanku kado istimewa, sebab aku ini anak kesayangan papa, teman setia
ketika nonton pertandingan sepakbola tentunya,,,
“betul…betul... betul..” aku menjawabnya
dengan antusia.
“Pa, Mai minta sesuatu
boleh,,,?”
“ Apa itu Mai ???”
“Pa, mai minta
dibeliin motor baru ya! , punya mai dah
gak zamannya lagi.,
“enak
ja.. punya abang dari zaman purbakala tidak pernah
diganti-ganti..”bang Rizal menyela
Sebelum papa menjawab,
“Sudah-sudah,bukan itu yang ingin papa bahas
sekarang, tapi ada seseorang yang ingin melamarmu Mai“.
“ iya sayang... Mama akhirnya buka suara, sejak
tadi hanya diam saja.
Aku tidak mengerti, sebenarnya ini ada apa ! Aku sendiri merasa bingung dengan pembicaraan
malam ini.
“
Begini sayang,,tadi sore ada teman lama papa nelpon,katanya dia ingin
menyambung tali silaturrahmi, dia ingin mejodohkan anaknya dengan kamu, katanya
anaknya sangat mengenalimu Mai ?
”Dia, Kenal Mai….?Aku mengerutkan kening.
emang siapa dia pa, apa Mai juga mengenalinya atau
dia pernah datang kesini”???
“Gak sayang....papa melanjutkan pembicaraan,
dia itu ustad Hafidz Maulana Akbar,, ustad yang pernah mengajari kamu
bahasa Arab waktu mondok di pasantren dulu.
Aku terus berpikir, sepertinya aku mengenalinya,,
“ya….ya…ya.
aku sangat mengenali ustad itu,
lelaki misterius, yang menyendiri,menghabiskan waktu dimushalla atau
diperpus,aku tidak pernah melihatnya berkumpul dengan ustad-ustad yang lainnya.
“ahhhhhhhh yang benar papa menjodohi aku
dengan lelaki culun itu,gumamku dalam hati.
Aku masih ingat ketika dia masuk ke kelas dan
memperkenalkan diri
“Ismi Hafidz Maulana Akbar,innani sittatun wa isyruuna
sanatan’’(Nama saya hafidz Maulana Akbar,umur saya mendekati 26 tahun),
ketIka proses perkenalan terus berlanjut, aku
iseng bertanya ;
“ Hal anta mutazawwijun” ( apakah anda sudah
berumah tangga) ?
“ La maa Ziltu A”zaban ( tidak,saya belum
berkeluarga “).
“Awwwwwww..
aku menjerit kecil, tanganku di cubit Aisyah, menurut dia pertanyaanku tidak
sopan,,,,,,
“Aku yakin banget
kalian akan berjodoh” Aisyah mengatakan sambil berbisik
padaku.
“IMPOSIBLE,,, dia bukan selera ku’’ aku berbisik pada aisyah, sembari mengedipkan mata.
Itulah kali pertama aku melihatnya, tidak ada sesuatu yang istimewa.semua
biasa-biasa saja.
“Mai,,,,,ibu membuyarkan lamunanku,
“bagaimana sayang....? ibu kembali bertanya !
aku hanya menunduk, aku tidak habis berpikir, kenapa dia yang mau
memperistrikan aku.!kenapa tidak ustad Sabri, dia itu begitu tampan, aku begitu
mengaguminya,,tubuhnya atletik, dia guru olah raga favorit ku.
“Astafirullah....
aku berucap…aku hanya terdiam... mama mengambil kesimpulan, aku
menyetujuinya.
Seminggu kemudian, keluarga
ustad Hafid datang kerumah, sebenarnya tidak sedikitpun terpancar kebahagiaan
di wajahku, aku menyetujui semua demi papa, aku tidak ingin membuatnya kecewa
apalagi sedih. Aku begitu menyayanginya,papa salalu mengutamakan kepentinganku
dibandingkan bang Alif maupun bang Rizal…dan tak pernah menuntut apapun dariku.
Hari ini, mama mendatangkan tata rias yang terkenal dikotaku, mama
ingin aku tampil seperti putri didepan calon bisannya, sebenarnya aku malas,
walaupun aku tamatan pondok pasantren ,
tapi tidak merubah sifat tomboiku, tapi tidak salahnya juga aku merubah
penampilanku.
kak Raisya, istri bang akmal menjemputku.
“Masya Allah..... Mai, kamu cantik
banget, kakak hampir tidak mengenalimu”
Aku hanya tersenyum.ketika menuruni anak tangga, semua mata tertuju padaku tak
terkecuali ustad Hafidz,dia memandangku, ketika kami beradu pandang, dia segera
mengalihkan pandangan,,,
aku tidak habis pikir “ Apakah aku bisa bahagia! Menikah tanpa didasari
cinta...tapi aku sendiri tidak kuasa menolak perjodohan ini.
BISMILLAH, aku memantapkan hati. Akhirnya kesepakatan tercapai oleh kedua belah pihak,
pernikahan akan dilangsungkan bertepatan dengan hari ulang tahunku, dua bulan
kedepan.
Kesibukan jelas terlihat dirumahku, papa merenovasi
rumah terutama kamarku…
” Mai, kesini sayang”.Papa
memanggilku,
“Astaghfirullah
Mai.... kamar
kamu tak ubah seperti kapal perang,Kamu ini cewek atau bukan,,
papa kelihatan kaget melihat
isi kamarku,aku memakluminya,,,buku pelajaran dan novel kesukaaanku bertebaran
dilantai, belum lagi poster lambang tim kesayanganku dan tentunya pangeran impianku “Edin Hazard”,
yang sengaja aku bingkaikan,terpajang di dinding kamar,papa membuka paksa semua
gambar yang tergantung didinding dan membakarnya, untungnya aku masih bisa
menyelamatkan poster Edin Hazard dan sesegera mungkin aku simpan dalam tas
rangsel, jangan sampai papa tau. Setelah
semua selesai papa meminta mbak Lina untuk
merapikan kamarku.
Dibukanya lemari
pakaian.Masih tetap acak-acakan. Diambilnya
sehelai-demi sehelai dilipatnya dengan rapi lalu dikembalikan
ketempatnya satu persatu.
Hari H pun tiba, pernikahan kami dilangsungkan dengan sederhana,itu
semua atas permintaaanku dan bernuansa timur tengah, sebelum akad nikah, kami
tidak diijinkan bertemu , aku menanti proses ijab Kabul dikamar, dengan
berbagai perasaan,Kak Raisha selalu menemaniku.
“Mai,,, setelah akad nikah,,,kamu itu bukan
milik kami seutuhnya lagi,tapi bagian dari suami,jadi apapun yang dikatakan suami
kamu nurut ya ?”
Aku lagi-lagi terdiam.
Beberapa saat kemudian di mulailah prosses ijab Kabul. Sayup sayup aku
mendengar suara ayah melalui alat pengeras suara.
Resepsi pernikahan selesai
juga, aku begitu lelah jadi ratu sehari, malamnya aku mengantuk tak bisa
kubendung,selesai menunaikan shalat isya berjamaah dengan seluruh anggota
keluarga, aku berpamitan kepada Hafidz untuk beristirahat dikamar, dia mengangguk
pelan, setelah mengosok gigi dan membersihkan muka,aku mengamati isi lemari,
ada Lingeri pemberian kak Raisa, tapi aku tak berani memakainya walaupun kami sudah sah menjadi suami istri, dia
begitu asing, aku mengenalnya sekilas, bagiku dia hanyalah lelaki misterius
yang sangat selaras dengan tampangnya. Terakhir kuputuskan menggunakan baju
piyama bermotif TOM N JERRY , baju kesenanganku, aku melepas jilbab, itu sudah
kebiasaanku termasuk ketika masih mondok dipasantren,rambutku begitu panjang,
lurus, tebal, dan tentunya terawat. Aku merebahkan diri ditempat tidur,dalam
sekejap aku terbuai mimpi.ya, aku bermimpi Edin Hazard mendekatiku,dia sedikit membungkukan
badan dan mencium keningku,,,aku begitu bahagia,ketika wajahnya semakin dekat
dengan wajahku,aku merasakan hembusan nafasnya,
“Astaghfirullah aku tersadar”
ternyata itu bukan mimpi, lelaki itu bukan Edin Hazard melainkan
Hafidz,suamiku. untung saja aku tidak berteriak.
“Sayang... maaf ya... aku membangunkanmu,ayo susunya
diminum” tangan hafidz menyodorkan segelas susu hangat.
Aku mengambilnya,sebenarnya aku kesal, dia membuyarkan mimpi indahku,
aku hanya meminumnya seteguk dan gelasnya kukembalikan, Hafidz menghabiskan
minumannya,mengajakku untuk melaksanakan salat sunat, setelah selesai, dia
mendoakan kebahagiaan pernikahan kami, aku mengamininya walau setengah hati.
Untuk ketiga kalinya dia mencium keningku.ntah kenapa aku begitu risih,ketika
dia mendekatiku, aku tau, malaikat lelah mencatat dosa yang kuperbuat terhadap
suamiku, jangankan untuk membencinya, aku tidak tau bagaimana cara agar aku
bisa mencintainya.
“Kamu kenapa sayang,aku ini bukan gurumu lagi
dan kamu bukan muridku, sekarang ini kita sebagai suami istri, dan malaikat
akan mendoakan kita atas ibadah yang kita lakukan sekarang ini”.
“Abang jangan malam ini
ya, Mai lelah banget, seharian menerima tamu, abang Ridha kan ?
aku bertanya seperti itu, walaupun
Hafidz tidak berkata apa-apa, tapi aku yakin dia kecewa.
Sebulan setelah pernikahan, Hafidz mengajakku tinggal dirumah
kontrakan, rumahnya sangat sederhana, hanya ada 2 kamar tidur dan kamar mandi
yang letaknya dibelakang, sebenarnya aku tidak menyetujui, Hafidz beralasan,
dia sering pulang larut malam,memberikan les private bahasa arab untuk calon
TKI , hitung-hitung menambah penghaslian,takut membangunkan orang tuaku nantinya,
aku menyetujui, dengan syarat semua pekerjaan rumah tangga dia yang kerjakan
kecuali cuci piring dan setrika.
Perkawinanku terasa sangat hambar, aku berusaha untuk mencintainya,
tapi rasanya sangat sulit. Sebenarnya aku kasihan dengan Hafidz, aku
mengusulkan mencari pembantu untuk
mengerjakan semua ini, masalah gaji, aku masih ada tabungan, dan kurasa jauh
lebih cukup untuk setahun kedepan,dia begitu marah padaku, setelah kejadian itu,
aku tidak pernah membicarakannya lagi.
Selesai shalat, aku selalu berdoa, semoga Allah mengampuni dosaku,aku tidak pernah bersikap
selayaknya seorang istri, ketika Hafid mendekatiku, aku selalu menghindar. Aku
tidak tau, apakah dia marah atau tidak, karena seperti yang kukatakan
sebelumnya, dia itu bukan lelaki yang banyak menuntut dan terkesan misterius. Walaupun
usia pernikahan kami sudah berjalan 4 bulan, tapi aku tidak seutuhnya mengenal
Hafidz, aku tidak tahu makanan atau minuman kesukaannya, warna favoritnya, atau
sekedar bertanya kenapa pulang larut malam, sudah makan atau belum...
Ketika dia tertidur, aku sering memperhatikannya, goresan garis diwajah
mulai terlihat diwajahnya, rambut mulai ditumbuhi uban, dan agak kurusan. Aku
ingin bertanya, apakah dia mengalami hari-hari yang sulit, seandainya aku
penyebab utama, aku bersedia untuk diceraikan dan mengembalikan mahar agar dia
bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku, tapi hal itu tak pernah
kulakukan.
Aku tahu mungkin dosa ku makin hari makin bertambah karena telah
durhaka kepada suami, aku sudah berusaha tapi tak bisa dan mungkin tak pernah
bisa, aku mencium kening Hafidz.
Ya Allah , mengapa Engkau kirim manusia
berhati malaikat untukku.... Hafidz bekerja siang malam
untuk memenuhi kebutuhan kami, belakangan ini dia sibuk,jadi bisa dipastikan
hampir tiap hari kami makan nasi warung berarti pengeluarannya lebih banyak,
sebenarnya aku sudah berusaha belajar memasak, namun hasilnya jauh dari harapan,
aku jadi malas.
Rupanya Hafidz terbangun dengan perlakuanku tadi, aku jadi salah tingkah,
dia menarik tubuhku dalam pelukannya, aku tidak menolaknya.
“Abang, Mai tau, Mai
banyak berbuat dosa dan kesalahan sama
abang.. lepaskanlah Mai, jika abang tidak bahagia,Mai ikhlas
dan ridho tapi abang harus ingat, Mai tak mau dimadu, demi alasan apapun juga
“.
“ Tidak sayang, kamulah matahariku, perlipur
laraku, abang akan menunggu hingga kamu siap dan abang tak akan memaksa
kehendak, abang tau Mai itu orangnya baik dan penuh kasih sayang nyatanya Mai bisa
menangis untuk abang. Mai nangisnya jangan lama-lama ya, tadi air hujan jatuh kemuka abang asin tau “.
Aku
mencubitnya, dia semakin erat memelukku.
Keesok harinya, aku melihat
kecemasan diwajahnya, aku memberanikan diri bertanya
“Abang, ada apa...? dari tadi
mondar-mandir terus”.
Dia menatapku
seakan begitu berat memikul beban.
“Tadi abang ditelpon
pak Joel, penanggung jawab pondok pasantren, beliau meminta abang mengantikan
ustad firman, yang baru saja mengalami musibah,abang belum menjawab, menunggu
keputusan Mai !”.
“Keputusan Mai...? jawab ku.
“iya sayang, kalau
abang tidak ada, ntar siapa yang memasak, cuci baju dan membersihkan rumah,
apalagi berbelanja, mai kan gak pandai tawar menawar harga”.
Aku menangis, begitu besar perhatiaanya untukku,
tapi tidak pernah aku berterima kasih.
“Abang,Mai sudah besar,
kalau urusan makan, abang jangan khawatir, Mai tinggal seduh mie atau sesekali
makan bakso disamping rumah jika sewaktu-waktu malas kewarung yang letakknya
agak jauh, kalau masalah cucian, mai hemat-hematin pakainya, dan bisa nyuci
sendiri, abang jangan terlalu mengkhawatirkan Mai, jangan sampai gara-gara Mai,
karir abang terhambat.”
Hafidz tersenyum
manis kepadaku dan menarik aku lagi-lagi kedalam pelukannya.
“Mai, kamu janji ya,
jangan keseringan mengkomsumsi makanan siap saji, abang pikir tidak salahnya
mengambil catering buat Mai sama mamanya Daffa, sudah teruji makanannya bebas
bahan pengawet. Abang tidak ingin sesuatu terjadi dengan Mai, abang ingin
sesegera mungkin punya momongan, itupun kalau Mai sudah siap”.
Aku terdiam mendengar ucapan Hafidz.Keesok
harinya aku mengantar Hafidz kebandara, ada rasa kehilangan, aku terus memandangi, hingga
dia menghilang dari pandanganku,aku sendirian dirumah dan merasa sepi, seandainya
aku mempunyai anak, pasti hal ini tidak pernah kurasakan, tak ada lagi sosok
laki-laki misterius yang sedang meracik bumbu untuk membuat nasi goreng
kesukaanku.
Aku bergumam dalam hati,Hafidz kamu ini malaikat atau syaitan yang selalu
menghantui hidupku. Seminggu setelah keberangkatannya, aku menelpon Hafidz,
mengatakan aku mengambil mata kuliah kakak leting, PPL, aku tidak satu sekolah
dengan Aisyah karena dia harus mengulang beberapa mata pelajaran.
Kami ditempatkan di sekolah yang sangat terpencil, untungnya hanya tiga
mata pelajaran yang aku ambil pada semester ini, jadi tidak harus berburu waktu
setiap hari,kedepannya tinggal menyusun skripsi, berarti kalau semuanya berjalan
lancar, targetku tercapai 3,5 tahun selesai kuliah.
Hari ini kami berkumpul diruang kepala sekolah, pak Rachmad selaku
penanggung jawab kampus, menyarankan kami,mengharapkan agar kedepannya setelah mendapatkan
gelar sarjana bisa terjun langsung kemasyarakat.
Dari tadi kuperhatikan,, ketua kelompok yang berwajah oriental terus
memperhatikanku, aku menunduk, aku tidak ingin menimbulkan fitnah apalagi
Hafidz merantau ke Malaysia, agar kedepannya kehidupan kami lebih layak.
Disini, kami baru saja berkenalan satu dengan yang lainnya, walaupun
satu kampus tapi aku belum pernah menyapa mereka sebelumnya, maklum, aku hampir
selalu berbarengan dengan dosen masuk ke kelas, sangat jarang berwara-wiri
dilingkungan kampus, Karena ruangannya sangat terbatas,kami menepati ruang
perpustakaan dan memgumpulkan uang membeli kebutuhan kami selama disana, dari
awal kedatangan kami, kepala sekolah berterus terang, sekolah tidak menyediakan
apa-apa buat kami yang beranggotakan 8 orang.
Jujur, aku tidak menyukai sekolah ini, para guru dan murid tidak
menerapkan kedisplinan, jangankan murid , gurupun datangnya sesuka hati. Jam 7 aku sudah
berada disekolah, tapi masih sangat sepi, hanya
beberapa murid yang sudah berdatangan, dan yang membuatku kesal, seorang murid
laki-laki menginjak ujung sepatu tanpa menggunakan kaus kaki, sehingga
menimbulkan aroma tidak sedap apalagi aku belum sarapan.
“Sendiri neng !”
Ronny, ketua kelompok membuyarkan lamunanku, peranakan China-Manado,
baru beberapa tahun ini memeluk islam,ketika menjalin hubungan dengan gadis
muslim tapi hubungan mereka kandas ditengah jalan. Aku hanya tersenyum,
sebenarnya aku malas berbicara dengan dia, mengingat dia ketua kelompok, mau
tidak mau terpaksa aku berbicara dengannya, karena dia yang bertanggung jawab
dalam segala hal,dan yang terpenting untuk keperluan photocopy, harus menempuh
jarak 1 km, tapi dari situ aku tahu bahwa dia terlalu perhitungan.
Aku menunggu murid dikelas, jam menujukkan pukul delapan,anak-anak
terlihat begitu santai memasuki ruangan, seolah-olah tidak ada guru, padahal
aku berdiri tegak dihadapan mereka. Dengan sedikit nada ketus, aku menyuruh
mereka duduk dan menghormati aku walau hanya guru praktek. Ketika aku memperkenalkan
diri, mereka tidak begitu memahami,jauh berbeda ketika aku berada di pasantren,
dalam keseharian kami menggunakan 4 bahasa, Arab, Inggris,Mandarin dan Jepang.
Peraturan disana sangat disiplin, jam 4 pagi kami harus bangun, setelah
merapikan tempat tidur , membaca Al-quran dan dilanjutkan menghafal kosa kata,
kami mempratekannya dalam keseharian, jika kedapatan menggunakan bahasa
Indonesia, dikenakan hukuman yang menurut aku sangat berat ,membersihkan kamar
mandi.
Suasana kelas begitu gaduh,, para murid laki-laki bersiur-siur,dan yang
makin membuatku ilfeel, ketua kelas yang seharusnya menjaga ketertiban malah
dia juwaranya, dengan termehek-mehek, mengatakan aku mirip bintang sinetron
“Nabila Syakieb”,goyonan selih berganti membuat keadaan makin ramai, aku terus
memperhatikannya, oh ya aku ingat, dia siswa yang tadi kulihat dihalaman
sekolah,dia menyadari aku memperhatikan gerak-geriknya,buru-buru diturunkan
kaki dari atas kursi,,setelah ruangan terlihat sedikit tenang, aku meminta
mereka memperkenalkan diri, tapi sayang kemampuan mereka di bawah standar,
ketika aku meninggalkan kelas, aku bisa mendengar , Sujono,ketua kelas mengatakan
bahwa aku memang cantik, tapi judesnya selangit.
Hampir setiap malam Hafidz menelponku, kami berbicara panjang
lebar,terkadang dia hanya sebagai pendengar,sesekali ketawa lepas ketika
kuceritakan pengalaman aku selama mengajar disana,
“namanya juga anak sma, jadi wajar kelakuan
mereka seperti itu”
sebenarnya aku kecewa mendengar jawaban dari Hafidz, aku terdiam,
Hafidz mencoba menghiburku,
”tenang sayang,Cuma 1
semester,Mai harus bisa beradaptasi dengan lingkungan baru, tunggu abang ya”.
Aku menangis, menahan rindu yang bergejolak
didada, dan sampai detik ini, aku tidak tahu ada apa dengan perasaanku.
Roni,guru matematika berwajah tampan, pintar
dan pandai berbaur, disenangi para siswi.Sangat gamblang memahami bahasa daerah
yang sering digunakan para siswa dalam keseharian walau hanya sekedarnya.Aku
bukanya sombong atau menyendiri, tapi aku sama sekali tidak mengerti apa yang
mereka bicarakan. Di saat mengajar aku merasa gagal tidak bisa berbagi ilmu dan
minat mereka terhadap pelajaran bahasa
Inggris sangatlah rendah,aku pikir metode yang aku terapkan salah, setelah aku
shering dengan guru pamong malah dia tersenyum, mengenai hal itu hampir dikeluhkan
semua guru bidang studi, aku baru lega.
Aku begitu
merindukan Hafidz, tapi disatu sisi hubungan aku dengan Ronny semakin akrab,barangkali
orang berpikir kami menjalin hubungan special,dia sering membantuku dalam
segala urusan,termasuk membuat Silabus dan RPP, begitu cekatan dan teliti dalam
mengerjakan sesuatu,hal itu menimbulkan perselisihan dia dengan anggota PPL yang lain, mereka
mengatakan Ronny tidak konsisten dengan tanggung jawab dan lebih memperhatikan
aku.
Waktu bejalan begitu cepat, tak terasa PPL pun
akan segera usai. Selama aku mengajar dan bergaul dengan Ronny,
sifat kekanak-kanakan dan keegoisanku mulai berkurang, Ronny membuat banyak
perubahan dalam hidupku,berbagi pengalaman saat menghadapi siswa, memberi solusi bagaimana cara meningkatkan minat belajar dikalangan siswa, aku
baru tahu mereka sangat menyukai bahasa Inggris, apalagi dengan perkembangan
zaman sekarang ini,fasilitas yang ada disekolah sangat minim, dan mereka tidak tahu bagaimana menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari, hanya bermodalkan buku pelajaran,ibu Husna selaku guru
bidang studi bahasa inggris jarang mempraktekkan, untuk mengasah kemampuan mereka.
Aku mengusulkan setelah selesai sekolah ada
jam tambahan bahasa inggris, itupun jika jadwal kuliahku kosong, daripada menghabiskan
waktu sendirian dirumah, ternyata mereka menyambutnya dengan gembira, aku membawa tape recorder dan laptop, agar lebih
mudah proses belajar mengajar, keakraban yang terjalin tidak lagi seperti guru
dan siswa tapi lebih dari sebuah persahabatan, terutama Sugiono, dia sangat
antusias mendengar penjelasan yang aku berikan, kadang dia sering memberikan
aku buah-buahan, katanya titipan dari calon mertua, walaupun aku geli mendengarnya.
Untuk mempermudahkan mereka mempelajari bahasa Inggris, aku memperdengrkan lagu–lagu
yang sedang Hits dan digandrungi sekarang ini seperti One Direction dan
Beyonce, lalu aku meminta mereka mencatat
lirik lagu, dan membentuk kelompok panduan suara.
Adanya pertemuan pasti ada perpisahan, itulah
sang waktu, Subhanallah apresiasi guru, siswa bahkan orang tua terhadap kami
sangatlah luar biasa, mereka berkumpul dihalaman sekolah yang disulap menjadi
panggung yang kokoh,kami mengadakan acara perpisahan…begitu banyak kenangan
manis yang kudapatkan disini, suasana begitu khitmat, tapi semuanya berubah,
ketika Sugiono naik ke atas pentas, dia mengutarakan cinta terhadap diriku didepan
khalayak ramai, wajah aku berubah, aku sendiri tak dapat melukiskannya.
“Buat ibu Mai seorang,
maaf mungkin saya terlalu lancang, sebenarnya dari pertama ibu datang kesini saya
sudah jatuh cinta, tapi tidak berani mengungkapkannya karena ibu adalah guru
saya, tapi sekarang berbeda”
semua orang melihat kearahku,aku hanya bisa menunduk, mereka semua
memperhatikan aku, gila anak ini, sesalku dalam hati, untunglah mereka tidak
lagi ambil pusing karena ulah Sugiono,
“
Yours till the stars have no glory, your
still the birds fail to sing, your till the end of life’s story. This plea to
you dear I bring…I’ve never loved anyone the way I love u, how could i.when
iwas born to be just yours”.
Suaranya begitu merdu, menghanyutkan perasaan gundah, selesai membawakan lagu, aku orang pertama
yang berdiri sambil mengacungkan dua jempol ibu jari,selaku guru aku sangat
berbahagia, ternyata aku berhasil memberikan ilmu yang aku pelajari selama ini,
dan harus ku akui, semua orang harus
diberi kesempatan untuk mengasah kemampuan yang dimiliki..
Ketika acara selesai, Sugiono mendekatiku, dan memberiku secarik
kertas,aku bisa melihat rasa tidak suka yang ditujukkan Ronny.
Bu Mai..Maaf...!kemaren dulu saya tidak
membuat tugas karangan, tapi sekarang saya akan mengumpulkannya walaupun tidak
berpengaruh lagi terhadap nilai saya.
Aku membacanya sekilas dan menyimpan kertas yang diberikan Sugiono,
bagiku itu semua hanyalah kenakalan remaja,
dulu aku juga pernah merasakan hal sama terhadap pak Sabri, guru olah raga.
Seperti biasanya aku kembali kekampus, dan mengikuti final “
Literature” dan akhirnya selesai juga, Aisyah dengan setia menemaniku menyantap Batagor
kesukaanku.
dari jauh Ronny melambaikan tangan dan
mendekatiku.
“Cciehhhhh udah sombong nich yee?”
“Apaan sich” aku tersenyum manis,
Ronny ikut-ikutan memesan makanan favoritku,kami berbincang-bincang begitu seru, menceritakan pengalaman ketika
PPL. Aisyah Cuma mangut-mangut saja.
setelah Ronny Pergi dia kembali bersuara;
“Maiiiii” Aisyah mengagetkanku,
“kayaknya Ronny itu suka sama lho dech, dari
gerak –geriknya aku tau,
aku hanya tersenyum melihat sikap Aisyah.
‘Gila
apa, aku ini binik orang tau.” sebelum aku selesai berbicara,
“Tapi kamu tidak pernah mengatakan kamu sudah
menikah”aisyah menyela,
lagi-lagi aku tersenyum,
“WHAT FOR ? ketika di sekolah tempat aku
mengajar gak ada satupun yang percaya, mereka mengira, akal-akalanku menjauhi
Ronny” ujarku.
Ketika aku iseng –iseng membuka email,
aku tidak menemukan satupun email dari hafidz, malah yang mengirim email
Ronny
“Mai,,maaf
ya sebelumnya, aku beranikan diri mengungkapkan perasaanku, aku jatuh cinta
pertama kali melihat kamu, walaupun kamu tidak berias seperti yang lainnya dan
menggunakan hijab, tapi aku jujur, benar-benar tergila-gila pada kamu, rasanya
aku tidak ingin kembali kesini, kekampus ini, agar aku bisa selalu melihatmu
dan selalu ada disampingmu”.
Aku tidak tahu harus berbuat apa,, aku putuskan tidak membalas email
yang Ronny kirim bukan bermaksud memberi harapan, tapi aku ingin mengatakan
secara langsung bahwa itu semua tidak mungkin karna aku istri orang.
Keesok harinya, ketika final yang terakhir usai aku duduk dikantin dan
menunggu Ronny, karena sebelumnya, aku telah mengirim pesan kepadanya, aku
menunggunya disini. Orang yang kutunggu akhirnya datang juga,wajahnya begitu
berseri-seri, hari ini aku sengaja tidak
mengajak Aisyah, apapun perubahan sikap Ronny terhadapku, aku akan menerimanya.
Aku mengatakan terima kasih sebelumnya karena selama ini telah membantuku, tapi
aku ini istri orang, aku bukan bermaksud menyembunyikan pernikahanku,
sebelumnya ketika pertama kali PPL, aku mengatakan sudah menikah, tapi tak ada
yang mempercayaiku, dia memakluminya, dan memohon maaf atas kelancangannya,,tapi
di akhir pembicaraan dia mengatakan,
“Mai, aku selalu ada untuk kamu, aku tidak
mengharapkan hal buruk menimpa rumah tangga kamu, seandainya kamu tidak
bahagia, aku tunggu jandamu”
dia berlalu meninggalkanku tanpa perduli apa aku terluka dengan cara
bicaranya.
Sore harinya sesampai dirumah,, aku langsung mandi dan tidak mendengar bunyi
HP apalagi melihat sms masuk, ketika
menonton berita petang, mama menelpon dan mengatakan Hafidz tadi menelponku
berulang kali, aku tidak mengangkatnya, dia khawatir makanya menelpon mama.
“Astaghfirullah”
ternyata apa yang dikatakan Hafidz selama ini benar, aku selalu menaruh
hape sembarangan tempat. Aku mengatakan kepada mama, tolong jemput Hafidz sama bang
maman, supir pribadi kami, karena aku ingin menyiapkan segala sesuatu untuk kedatangan
Hafidz.
Aku bergegas berangkat ke warung nasi, tempat
langganan bang Hafidz. Ntahlah hari ini aku begitu bahagia, melupakan semua ucapan
Ronny, yang akan setia menungguku,
hingga aku janda, aku tidak bisa menyalahkan dia seutuhnya,Aisyah benar selama
ini aku membuka diri dan menutupi jati
diriku yang sebenarnya,,
“menutupi” aku rasa tidak, itu semua kulakukan karena ketika aku
berterus terang mereka berpikir, aku ingin menjauhkan diri dari Ronny dan aku
sendiri malas menceritakan kehidupan pribadiku dengan orang lain, aku merasa
tubuhku ringan dan melayang, wajah Hafidz terlihat jelas dimataku, dia
tersenyum, aku mendengar teriakan orang, setelah itu aku tak sadarkan diri.
Badanku sakit semua,,,,kepalaku terasa berat,aku membuka mata, ternyata
setelah memperhatikan seisi ruang, aku baru sadar kini aku menempati rumah sakit,
tempat yang paling tidak kusukai dan tak terlihat Hafidz.
“Ma, bang Hafidz dimana ?”.
“Alhamdulilah sayang, kamu udah sadar” mama
memelukku.
“kamu ini mengalami kecelakaan, mama kan selalu
bilang, kalau bawa motor itu harus mengikuti peraturan, katanya kamu menyebrang
jalan tidak menghidupkan lampu sein,makanya tabrakan tidak bisa dihindari. Mama
tadi berpesan sama bang maman untuk mengabari Hafidz, kamu lagi dirumah sakit,
bentar lagi mungkin dia sampai, sabar aja”.
Aku mendengar langkah terburu-menuju ruanganku.
“Assalamualaikum”
kami menjawab salam,ya aku mengenali suara itu Hafidz.dia menghampiri
dan memelukku,
“awwwww....” aku berteriak,
Tanpa sengaja Hafidz menyentuh lenganku, ternyata tanganku terkilir dan
lututku sedikit bergeser, doktor
mengijinkan aku pulang esok harinya, Hafidz menawarkan diri untuk mengobatiku,
dia mengatakan sudah terbiasa mengobati siswa yang terkelir, aku mengijinkannya
walau ada sedikit keraguan.
Aku sebenarnya kasihan dengan Hafidz, selalu
mengendongku kekamar mandi, dengan kondisiku seperti ini. Aku lebih suka
menggunakan kruk,,aku tak ingin dia
kecapeian dan sangat risih ketika dia membersihkan tubuhku, aku lebih suka mama atau ibu mertuaku yang melakukan , mereka bergantian
datang, mama tidak bisa selalu ada disampingku karena menemani papa dinas
keluar kota, begitu juga dengan ibu mertuaku yang harus kembali kesawah, Hafidz
begitu cekatan merawatku, aku sembuh
lebih cepat dari prediksi dokter,dia membantuku dalam segara hal, agar aku
selalu bisa tersenyum,,,aku tidak pernah
lagi kekampus walau hanya sekedar mengambil semester pendek, tidak ada mata
pelajaran yang mengharuskan aku mengulangnya, inikan masa liburan dan semester
depan aku tinggal satu pelajaran lagi “skripsi”.
Setelah melakukan pemeriksaaan terakhir,
dokter mengatakan kondisiku sudah seperti sedia kala. Aku sembuh total karena Hafidz
mengobatiku penuh ketulusan dan kasih sayang, dan luka-luka yang menghiasi
kulit mulusku tersamarkan, mama memberikan produk terbaik, walaupun mengeluarkan
uang yang tidak sedikit.
Pada malam harinya aku menonton pertandingan sepak bola,antara Chealsea
vs Manchester United, yang membuat ku gemas wasitnya “ Webb Howard “ selalu
membuat keputusan yang kontroversi dalam setiap pertandingan yang dipimpinnya, begitu
juga dengan pertandingan malam ini, kedudukan masih berimbang satu sama, aku
masih semangat mendukung Chealsea, apalagi pangeran impianku “Edin Hazard “
belum memasukkan satu golpun , pertandingan berjalan begitu keras, aku
meluapkan emosi, ketika Hazard didorong begitu kuat dikotak 12 pas namun tidak
dihadiahkan finalti. Pertandingan memasuki detik-detik akhir,Fernando torrres
memberikan umpan lambung kepada ramires, ramires memberikan bola kepada Hazard
yang berdiri bebas, lepas dari kawalan
roney, dengan tendangan spekulasi yang begitu keras, kiper MU tidak bisa
menangkap bola, dan akhirnya Gollllllllllll,aku begitu senang tanpa menyadari
kehadiran hafidz, tidak lama kemudian pluit panjang ditiup, aku langsung
mematikan tv tanpa mendengar ulasan pengamat bola, bagiku itu tidak
penting,karena mereka hanya membual.
“Ehmm,kelihatannya istri abang lagi bahagia banget ya.. nyatanya abang udah dari tadi disini gak disamperin.”
Aku
tersenyum ketika dia mendekati dan mencium keningku,sebenarnya rasa ngantuk
menguasai diriku dan tidak bisa diajak kompromi, tapi aku melihat gelagat aneh
dari Hafidz, terus memandangiku,akhirnya aku buka suara dan menceritakan ketika
pertama kali melihat dia, aku tidak seberapa menyukainya, kalem dan terkesan
misterius, aku sendiri tidak berani mengatakan sesuatu apa adanya, aku melihat
reaksinya, kadang dia tersenyum atau sekedar mengangguk, dari bahasa tubuhnya
aku yakin dia tidak marah, dia semakin merapat kan diri padaku, ntah kenapa aku memberikan
sinyal kepadanya, semestinya hal ini telah lama aku lakukan, dan aku yakin
malaikat mengamini doa kami, kelak akan lahir mujahidin –mujahidin yang akan
berguna untuk agama dan bangsa.
Masa liburan telah usai dan Hafidz akan
kembali ke KL untuk mengajar dan aku harus mengisi KRS, aku hanya mengambil
skripsi, lain dengan Aisyah, ada beberapa mata pelajaran yang harus diulang,
dia mengomel
“malas banget ketemu pak Rajali, prof Killer,
memberikan tugas diatas kemampuan mahasiswa,
aku hanya tersenyum. Aku terus-terusan
ingat Hafidz, lagi ngapain dia sekarang ! Apa tadi sebelum mengajar sudah
sarapan ?
Tak lama kemudian,,lelaki yang selalu ada
dihatiku mengirimi pesan singkat.
“Assalamualaikum
sayang, jaga diri baik-baik dan jangan keseringan bergadang, abang setiap saat
merindukan mai”
Aku tersenyum sendiri membaca smsnya, dan segera membalasnya
“waalaikum salam kekasihku, abang
jangan lupa shalat dan makan ya !, apalagi dinegeri orang,AWAS YA CURI_CURI
PANDANG DENGAN GADIS MALAKA,.
Aku menulis kalimat terakhir dengan huruf
capital,hanya untuk candaan,. Dia
kembali mengirimkan aku pesan
“mana mungkin abang memilih
imitasi kalau ada berlian ditangan abang, u are everything to my life”
“Alhamdullilah phraise to Allah”
jawab ku
“Woiii, kok
senyum-senyum sendiri” Aisyah meraba keningku,
”pantesan” ujarnya sambil berlalu
dari hadapanku dan masuk kekelas,
Waktu berjalan begitu cepat, setiap malam
Hafidz menelpon, sekedar mengingatkan ku untuk shalat dan makan, menanyakan
perkembangan skripsiku atau sekedar melepas rindu, tapi seminggu sebelum
kepulangannya aku merasa ada yang dia tutup-tutupi, aku tidak berani
menanyakannya, mungkin itu hanya kecurigaan semata karena aku takut
kehilangannya. Kali ini aku menjemput sendiri Hafidz, bang Maman menemani ayah
keluar kota, tentunya mama tidak pernah ketinggalan, aku terlambat sampai ke
bandara, karena harus menunggu dosen pembimbing dan hal itu sudah kukabari
sebelumnya, untuk menungguku kalau jemputan sedikit terlambat. Dari kejauhan
aku melihat hafidz berbincang-bincang dengan seorang perempuan, dia menggunakan
hijab sama sepertiku tapi penampilannya begitu sederhana dan aku tidak mengenali, mungkin dia itu kenalan Hafidz di KL.
Aku melambaikan tangan ke arah Hafidz,dia menghampiriku.
Ketika dia kembali, aku seperti tidak mengenalinya lagi, dia acuh tak acuh terhadap
diriku. Disaat aku mempebaiki skripsi
dan harus segera dikumpulkan sore
nanti,soalnya keesokan harinya bapak itu akan berangkat ke Jogjakarta untuk
keperluan akademis paling cepat seminggu, aku harus kejar target, semoga tahun
ini selesai.
“Mai“! Suara hafidz mengagetkan ku
“ Astaghfirullah..... ada apa ?”
“Ada apa “ Hafidz kembali mengulang pertanyaanku,
“seharian ini kamu ngapain...? urus rumah tangga
saja tidak becus, aku paling benci kalau rumah kotor, semalam aku rendam
pakaian, rencana sebelum berangkat kepasantren aku nyuci dulu,tadi aku ditelpon
ada santri yang sakit,jadi aku buru-buru kesana, aku pikir kamu yang
mengerjakannya, piring masih terletak diatas meja, seperti anak kos,kapan perlu
baru dicuci, belum lagi baju yang yang akan kugunakan nanti malam belum juga
kamu sentrika,,, nich lihat diatas meja makan, kosong melopong, aku lapar Mai”.
Hafidz membanting gelas kelantai hingga pecah, aku terdiam, tidak tahu
harus menjawab apa, inikah sosok yang sesungguhnya, hafidz yang begitu
kasar,dimana kelembutan dan kasih sayang nya dulu,,,,hanya air mata yang terasa
hangat jatuh kepipi.
“Mai... dengar ya..aku sudah kehilangan
kesabaran menghadapi kamu. kamu beda jauh dengan……….”
Hafidz terdiam dan buru-buru meninggalkan rumah tanpa mengucapkan
salam. Aku tidak melanjutkan lagi skripsiku, kumatikan laptop dan menelpon
Bapak Sayuthi mengatakan aku kurang sehat,,,aku yakin bapak itu memaklumi,
karena suara aku begitu serak,mungkin dia menyangka aku lagi batuk atau flu.
Kukerjakan semua pekerjaan rumah, mulai dari menyetrika baju , menyuci
piring,dan hal yang paling kubenci,baju yang terendam lama dengan deterjen menimbulkan bau tidak
sedap,aku merasa sangat mual dan ku muntahkan isi perut walaupun sejak tadi
pagi aku tidak mengisi dengan sesuatu apapun. Aku hanya menggoreng telor, yang lainnya
aku tidak bisa, aku pikir terserah mau dimakan atau tidak,,tanpa sengaja aku
mengijak beling,mungkin ketika aku menyapu tadi luput dari penglihatan,,aku
mencabutnya perlahan,aku berjanji pada diriku sendiri tak akan terus–terusan bergantung
pada kebaikan Hafidz.
Malamnya Hafidz pulang, kami tidak bertegur sapa,,setelah mandi dan
memakai baju yang aku setrika tadi, pergi meninggalkan rumah tanpa mengucapkan
salam apalagi mencium keningku, seperti biasanya, aku menangis
sejadi-jadinya…aku teringat mama, yang selalu menasehatiku agar mau belajar
memasak atau melakukan tugas perempuan yang lainnya, kata–kata mama
terngiang-ngiang dalam ingatan ku seperti iringan music yang menusuk sukma. Aku sangat merindukan papa, yang sepanjang
hidupku tidak pernah berlaku kasar. Peristiwa tadi siang terus mengangguku, kata-kata
kasar yang dilontarkan Hafidz membekas dihati,,,Hafidz tidak bersalah, disini
dirumah ini,,, akulah peran antagonis yang memperlakukan dia seperti seorang
pembantu, tapi sebelum pindah kesini dia yang menawarkan diri untuk mengerjakan
semua ini, tapi mengapa dia mulai mempermasalahkannya.
Sudah tiga hari kami seperti orang asing, apapun
masakan yang dihidangkan untuk aku, aku tidak menyentuhnya,,aku lebih memilih membeli
makanan diwarung tentu dengan uang tabunganku,,pagi-pagi aku telah membersihkan
rumah, mencuci atau menyetrika, walaupun kadang bajunya hanya sepasang yaitu
baju yang kupakai, Hafidz melarangku untuk mengerjakannya,, aku menolak
walaupun aku tidak berucap,, tetapi aku yakin dia sudah mengenal bagaimana
sifatku, sekali katakan tidak tetap tidak dan tidak bisa diganggu gugat, aku sendiri
juga tidak tau bagaimana perasaaanku terhadap dia sekarang ini.
“Mai...” Hafidz memanggilku,
Walaupun masih seranjang tetapi
aku membelakanginya, hal itu belum pernah kulakukan.
“Maiiiiiii..”
sekali lagi dia memanggilku dan aku tetap tidak menoleh, dia memegang
pundakku dengan lembut , aku bangkit dari tempat tidur ,
“Sebenarnya kamu mau apa,…….? Semua permintaan
kamu sudah aku turuti, apa kamu menyesal menikah dengan wanita seperti aku yang
tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga! Baiklah, kamu boleh menceraikan
aku dan aku tidak menutut apapun dari kamu…diluar sana masih banyak perempuan
yang cantik, pintar, sholeha dan pandai memasak, yang tidak pernah kau temukan
pada diriku”
aku berusaha membendung tangisku namun akhirnya pecah juga,,aku terduduk
lunglai dilantai,,, tidak bisa kubayangkan olehku bagaimana wajah mama apalagi
papa,jika Hafidz benar-benar menceraikan aku,mereka pasti sangat kecewa, karena
putri kesayangannya menyandang status “janda muda” diusia pernikahan yang belum
genap setahun dan berimbas pada persahabatan papa dan ayah mertuaku.
“Mai..” dia membelai rambutku
“maafin
abang ya..!
abang telah berlaku kasar, abang berjanji
tidak akan mengulanginya lagi sepanjang hidup abang”
aku melihat Hafidz tidak begitu jelas,,,air mata telah mempengaruhi
penglihatanku,
“Mai...jawab abang.!
dengan lembut dia menggegam dan menciumi tangan ku..
“abang
salah, seharusnya abang tidak mengingkari ucapan abang, abang tau Mai sangat
terluka,
Hafidz memelukku dengan sangat erat hingga aku susah bernafas, aku
meronta-ronta,,bukannya melepas malah semakin kuat dia memelukku dan mebisikkan
sesuatu ditelingaku :
“U are my everything”
when I went to bed last night, my
last
thought was of u
When I woke up this morning, my
fast
thought was of u
U are my everything; my stars,my
sun, my sky
U are my every thing….and this is
the
reason Why……:
For when we met it was fate, fate
from
the soul within.
For when we met it was choice,
choice
to be your frend’
for when we first laughed together,
I
knew it was meant to be
for wheni fell in love, I knew u
had
fallen in love with me
U are my everything, my breath
Belongs to you
U are myeverything,hold these
Words to be
true
U are my everything and
I’ll always love u……
And whats more
I know you’ll always love me too
Aku tersanjung dengan puisi yang diucapkan Hafidz, yang namanya
perempuan sangat mudah memaafkan kesalahan pasangan hidupnya, awalnya amarah
begitu besar, sesaat kemudian hilang tak berbekas, aku tidak akan mempermasalahkan
lagi peristiwa itu, mana mungkin rumah tangga selalu berjalan mulus seperti jalan
tol, pasti ada riaknya dengan kejadian seperti ini, kuharap lebih mengokohkan
biduk rumah tangga kami, aku berjanji kepada Hafidz untuk belajar memasak, dan
lebih memprioritaskan keluarga dibandingkan dengan yang lainnya. Hafidz mengendurkan
pelukannya,,, aku bisa bernafas dan ketika aku mau bangkit dia kembali menarik
aku dalam pelukannya dan mengulang kembali nostalgia yang indah.
Satu pesan masuk, ternyata dari Aisyah,mengabarkan pak sayuthi sedang
mengajar diruang IX, aku membalasnya.
“okkkk”.
Alhamdullilah...
bapak itu sudah ada disini,
sudah hampir seminggu aku menunggunya….aku
bergumam dalam hati. Ketika bapak itu selesai mengajar dan menuju ruangan
dosen, aku membututinya,aku berdiri tepat dihadapan beliau dan
memperhatikannya, kelihatan kecapeian sehingga dalam sekejap minuman dalam
gelas kosong. Setelah membaca dan memperhatikan dengan seksama beliau
tersenyum,,
“bagusMai.kamu salah satu mahasiswa berbakat,
dan kamu bisa melanjutkan ke bab selanjutnya”
Ketika pulang dari kampus, kepalaku terasa begitu berat, aku mual dan
beberapa kali harus mengeluarkan isi perutku, perut terasa seperti diaduk-aduk,
Hafidz membantuku menggoleskan minyak kayu putih dipunggung dan membuat segelas
wedang jahe,agar badanku lebih enakan, dan menyarankan aku untuk periksa diri kedokter.
Hafidz memohon maaf, dia tidak bisa menemaniku karena
mengikuti rapat. Aku pikir tidak masalah. Keesokan harinya, aku pergi keperpustakaan
mencari bahan skripsi, setelah itu menuju klinik yang bersebelahan dengan kampus
untuk memeriksa diri. Aku masuk dengan
ragu-ragu, dari kecil aku paling takut yang namanya “ jarum Suntik “. Setelah
memeriksa, dokter Siska tersenyum
“selamat sebentar
lagi anda akan menjadi seorang ibu”
Alhamdulillah, aku berucap syukur kepada Allah, atas karunia yang
diberikan, dan setelah kupikir-pikir sebentar lagi Hafid akan berulang tahun
yang ke-30, aku akan memberi kado yang terindah untuknya dan untuk sesaat
biarlah hanya aku yang mengetahui peristiwa yang membahagiakan ini.
Beberapa hari ini Hafidz jarang pulang, dia harus
menyelesaikan pekerjaan dan tidak bisa ditunda lagi. Aku memakluminya, kuharap
dia ada untukku ketika dia berulang tahun dan aku akan memberitahukan berita
penting ini, aku menelpon Aisyah, menanyakan apa dia hari ini sibuk, syukurlah
dia bisa menemaniku ke book store, karena dari kemaren aku mencari buku “ principles of course design for language
teaching, karya Janice yalden” tapi tidak kutemukan.Setelah melihat-lihat
beberapa rak, Alhamdulilah aku menemukannya.
Sebenarnya aku buru-buru pulang, untuk menyiapkan
segala keperluan buat Hafidz, ketika menuju kasir, aku melihat seorang perempuan
memasuki toko buku, sepertinya aku pernah melihatnya,, dengan aksen melayu yang
begitu kental, dia menanyakan kamus bahasa inggris-indonesia dan Indonesia_
inggris, penjaga toko menunjuk kesalah satu rak, dia mengambilnya tanpa melihat
isi yang terkandung dalam buku tersebut. Aku terus memperhatikan hingga dia
keluar dan menuju tempat parkir yang berada didepan toko, sekilas aku seperti
melihat Hafidz.
“ahhh.....ini tidak mungkin, diakan lagi ikut rapat” gumam hatiku.
“Kok bengong” Aisyah mengejutkanku.
aku lekas membayarnya,dan meninggalkan toko itu.
Sepanjang malam aku tidak bisa tidur,
memikirkan peristiwa tadi sore, apa itu Hafidz ? Seandainya Hafidz ada disini,
aku akan menanyakannya siapa perempuan itu sebenarnya, dan mengapa mereka
terlihat begitu dekat di airport, untuk mehilangkan rasa penasaran yang ada
pada diriku, tapi sayang hingga aku terbangun untuk melaksanakan shalat subuh,
dia belum pulang juga.aku melihat-melihat handphone, ada beberapa panggilan tak
terjawab dari mama dan Hafidz, ketika ku buka sms masuk dari Hafidz,dia mengatakan rapatnya selesai larut
malam dan menginap dipondok bersama ustad lainnya.
Aku menelpon mama, beliau menanyakan keadaanku
dan Hafidz, aku mengatakan semua baik-baik saja, mama berharap aku segera
meraih gelar sarjana. Dalam beberapa hari ini akan segera
pulang setelah papa menyelesaikan semua pekerjaanya, seperti biasa aku menitip
oleh-oleh dan mengatakan aku sangat merindukan mereka, sudah beberapa minggu papa ditugaskan diluar kota, walaupun kami
sering berkomunikasi lewat telpon tapi rasa rindu selalu berkecamuk didalam
dada.
Ma... Mai akan buat mama dan papa bangga,sebelum menutup telpon air
mataku jatuh, dari seberang sana, aku mendengar mama juga ikut-ikutan menangis,
seakan kami takkan pernah berjumpa lagi, dan berpesan kepadaku, bersikap baik
dan mandiri, biar selalu dicintai suami.
Sebenarnya aku kecewa dengan Hafidz,dia belum juga pulang, dihari
miladnya, aku ingin memberitahukan berita kehamilanku, aku yakin dia pasti
sangat berbahagia, waktu menelpon mama, sengaja aku tidak memberitahukan berita
ini, karena aku ingin Hafidz yang pertama kali mengetahuinya.Untuk mehilangkan rasa
jenuh seharian dirumah, aku mengajak Aisyah makan bakso ditempat langganan
kami,aku sudah lama kepingin makan bakso, menunggu Hafidz kayaknya gak mungkin.
Dalam perjalanan pulang kerumah dari kejauhan aku melihat Hafidz, dia tidak
sendirian, membocengi gadis itu, aku memperhatikan angka yang tertera dimonitor
rambu-rambu lalu lintas, 45, aku meminta Aisyah untuk membawa pulang motor,dengan
dalih aku ada keperluan mendadak, aku tidak mau menceritakan aib rumah tanggaku
kepada orang lain, baik itu orang tua atau yang lainnya termasuk Aisyah,walaupun
dia sahabat dekatku, pertemanan kami dimulai sejak MTsN,dan mengatakan besok aku akan mengambilnya.
kebetulan ada becak yang nganggur, dan memutuskan untuk menaiki becak itu dan Kukatakan kepada abang becak untuk mengikuti
motor yang berada didepan kami, memasuki beberapa gang,akhirnya mereka berhenti
disebuah rumah kontrakan,aku meminta abang becak berhenti dan segera turun,,
entah syaitan mana yang merasuki tubuhku, aku begitu emosi dan lepas control.
“Hafidz”! Aku memanggilnya, dia menoleh ke
arahku dengan nada sinis aku berucap ;
“Oohhhhhh, disini ya
rapatnya..?Pantesan
jarang pulang atau sekedar menelponku!”.
Dengan suara yang agak tinggi, tanpa berpikir,
akan menjadi pusat perhatian dari orang–orang sekitar. Hafidz hanya terdiam dan dia menarik tanganku untuk
menjauh dari rumah itu.
“Lepasin....” aku meronta-ronta
dia melepaskan cenkraman tangannya, aku menatapnya dengan penuh amarah,
sebelum meninggalkan tempat itu.Aku berlari kejalan raya, dan menghentikan
sebuah taxi, menaikinya dan menutup mukaku dengan kedua tangan, aku berharap
ini hanyalah mimpi, ketika aku menoleh kebelakang, rupanya Hafidz mengejarku. Sesampai dirumah aku langsung menuju kekamar dan
mehempaskan diri di tempat tidur,
“kamu ini kenapa Mai
!”
“Sorry, aku
mengantuk sekali. Kau bisa sendiri, kan ?
tanpa menunggu jawaban, aku membuang muka,
memandang keluar jendela, melihat burung yang berkicau diatas pohon.
“ kita perlu
berbicara, Mai, ada yang harus kukatakan, “ suaranya masih tetap lembut .
”Nah, keluarkanlah
apa yang ingin kau katakana, aku sudah ngantuk “.
“Aku nggak ingin
menyakiti hatimu, Mai. Tapi kamu tidak seharusnya bersikap seperti tadi,
perbuatanmu yang sangat memalukan
“Astagfirullah!Apa
aku memberi kesan begitu!”
Hafidz
menatapku dengan muka memerah menahan amarah, aku masih ingat dengan
tatapan ini, ya ketika dia pulang begitu marah karena aku tidak menyelesaikan tugas yang seharusnya aku kerjakan, aku memang
bersalah, tapi tidak dengan hari ini.
“Seharian ini aku
menyiapkan segala sesuatu seorang diri, untuk ngerayain ulang tahun kamu, Hafidz !aku
seperti orang bodoh,menunggu kamu , tapi nyatanya kamu bersenang-senang dengan
wanita lain.”
Sebuah tamparan mendarat di pipiku.
“ kamu ngomong apa Maiiii
! “Hafidz tidak mau mengalah, memandangku tak kalah tajam.
“kemarin kamu kemana
“ ?
Aku bertanya kepadanya dengan sedikit
menurunkan volume suara, dan tak ingin para tetangga mendengar pertengkaran
kami. Dia hanya diam membisu sehingga
kesabaranku habis.
“Baiklah
Hafidz…Mungkin kamu lupa, aku yang akan mengingatkannya,kemaren jam berapa
selesai rapatnya...? jika kamu hanya diam , aku akan
menelpon ustazah akmal, untuk menanyakannya!, yang kulihat diparkiran toko buku
itu siapa..? Awalnya aku ragu, tapi sekarang aku yakin itu kamu, kenapa kamu
lakukan ini semua !.
Betulkah sebenarnya aku belum mengenal Hafidz sedalam-dalamnya? siapakah
kau ? siapakah orang yang hidup bersamaku hampir setahun ini ? siapakah
laki-laki yang pernah mengaku cinta kepadaku ? siapakah suami yang selalu
memanjakan aku ? siapakah kau ?ke mana
kebaikanmu ?, kebaikan hatimu, kasih sayangmu ? Hafidz yang hidup bersamaku?.
“Hafidz
aku akan meninggalkan rumah ini, sebelum kenangan manis yang kusimpan ini kau cemari dengan sikap dan kata-katamu
menusuk hatiku. Sebelum aku kehilangan kendali atas diriku! demi cinta kita
yang akan menjadi sejarah,biarkanlah aku pergi Hafidz, aku takkan mengutukmu…
takkan mensyukuri yang jelek-jelek, bahkan aku takkan memusuhi perempuan itu.
Akutidak bisa bersikap tegar dihadapan Hafidz, dan bangkit dari tempat
tidur. Hafidz memegangi tangan kananku sehingga niatku untuk keluar dari rumah
ini tak dapat terlaksana, aku meronta-ronta untuk melepas diri, namun Hafidz
tak mau melepas cakalannya, saking kesalnya aku tersedu sedan..aku mencoba berontak
dan mengibaskan lenganku yang dicekeramnya, tapi tahu-tahu Hafidz malah
merangkum wajahku dengan kedua tangannya .
Uhhhh !aku menggeleng
sekeras-kerasnya untuk menghindarinya, tapi Hafidz bertahan. Aku menggunakan
kedua tanganku yang kini bebas ini untuk mendorong Hafidz sekuat-kuatnya.
“Biarkan aku pergi dan jangan pernah berharap
aku kembali lagi. “
“Tidak
!Aku takkan pernah biarkan kau pergi. Oh ya, kau takkan bisa mengelak!”.Bisik
Hafidz dengan gemas.
Aku menggigit bibir,
menatapnya was-was sementara aku bersiap-siap untuk melarikan diri. Tapi
rupanya Hafidz menebak niat ku. Begitu aku menggerakkan tubuhku, Hafidz juga menyambarnya dan tahu-tahu sudah
mendekapku sangat erat sekali sampai hampir-hampir aku tidak bisa menafas. Aku
memberontak sambil menggertakkan gigi dan berulang-ulang mendesis,
“
Lepaskan aku, lepaskan aku “.
“
Katakan dulu, kau bersedia memaafkanku, baru aku lepas.”
“Gak
bakal, desisku sengit.”
“Kalau
begitu kita akan terus berdekapan sampai pagi !”
Aku sangat dongkol
sekali mendengar ancaman itu, tapi apa
daya tenaga ku berkurang. Ketika suara tangisku agak mereda.Hafidz mengendurkan
pelukannya. Seolah-olah khawatir aku
akan sesak nafas. Begitu kurasakan
kelonggaran itu, aku langsung membrontak lagi untuk melepaskan diri, tapi
dengan sigap dapat dihalangi oleh Hafidz yang kembali mempererat pelukannya.
Aku tidak bergeming
sama sekali, kedua lenganku lurus kaku
disampingnya, aku hanya diam kecuali
sesekali membersihkan hidung, tangisku sudah reda. Hafidz melepaskan pelukannya,
meletakkan kedua tangannya diatas bahuku dan menatapku penuh kehangatan.Hafidz
malah menunduk dan mendekatkan wajahnya kedepan, aku mendorongnya.
“Jangan
pernah sentuh aku lagi dengan tangan kotormu itu..! anak
yang ada dalam perutku,,,kupastikan takkan
pernah kau lihat wajahnya apalagi memanggilmu PAPA !
Hafidz
mulai bangkit dan berusaha untuk mendekatiku lagi.
“Apa sayang ! kamu
hamilll dan aku menjadi seorang ayah”
Hafidz tersenyum, kuperhatikan raut wajahnya
telah berubah,,tapi aku tidak bergeming terhadap pendirianku.
“Terlambat
Hafidz , anakku tidak butuh seorang ayah seperti kamu”
Aku berlalu dari hadapannya dan berniat kembali kerumah orang tua tanpa
membawa barang apapun. Dia berusaha mengejarku,,,dan menghentikan langkahku.
Sayangnya aku tidak menyadari ketika menuju ruang tamu,lantainya sedikitmenurun,
ketika Hafidz menarik tanganku,, aku tidak bisa menjaga keseimbangan dan
terjatuh,kulihat Hafidz begitu cemas....
setelah itu aku tak ingat apa-apa
lagi.
“Maiiiii.... liat cucu mama ganteng banget, “
Aku memperhatikan mama tertawa lepas sambil
mengendong bayiku. Kami bermain ditaman, kulihat kebun bunga yang cantik, aneka kembang
sari memukau pandanganku membuatku memuji kebesaran Allah SWT dan dikelilingi perpohonan yang rindang.
“ Thanks ya sayang , kamu telah memberi hadiah teridah untuk kami”.
Papa memeluk dan mencium pipiku,
Aku merasakan kebahagian yang luar biasa, berkumpul dengan orang terkasih.TAPIiiiiiiiii,
aku tidak menemukan sesosok Hafidz, ayah dari anakku, aku berusaha mencarinya
disetiap sudut tapi tak kutemukan juga.
‘’Mai, mau kemana ?’’
Mama memanggil, aku hanya menoleh sesaat, dibenakku Cuma ada Hafidz dan
aku harus menemukannya, aku terus mengikuti bayangan putih yang ada dihadapanku,tiba-tiba
Hafidz berada didepanku tapi dia pergi begitu saja, aku terus mengejarnya,,.Hafidz
kamu kemana ? Aku mohon jangan tinggalkan aku, tiba-tiba aku terbangun, dan itu
semua hanya mimpi.
“ Alhamdulilah sayang, kamu sudah sadar “ .
Hafidz tersenyum dan terus berucap syukur,dia menggengam
tanganku dan membelai wajahku.
“Aku
lagi dimana sekarang ?”.
“ kamu lagi dirumah
sakit sayang, hampir seharian tidak sadarkan diri, aku tidak mau kehilangan
kamu .”
“ Bayiku ???????”
Untuk sekali lagi aku melihat dia tertunduk,,
walau tak mengeluarkan sepatah katapun aku tau apa jawabannya. Perutku masih
terasa sakit, ketika peralatan medis mengobok-obok rahimku, tapi hatiku lebih sakit lagi, aku
tidak bisa menangis, hanya air mata mewakili perasaanku.Hafidz memberikan aku air, aku
meminumnya menggunakan sedotan,kulihat diluar sana daun kering jatuh tertiup
angin.
“Hafidz, tolong pinjam
handphone sebentar, aku mau menelpon mama, menanyakan kapan dia pulang, setelah
itu aku akan mengurus surat penceraian “.
Hafidz melepas gengaman tanganku, sebentar
sayang ya, aku akan menanyakkan sama dokter apa kamu diperbolehkan pulang. Dia
bangkit dari duduk dan pergi meninggalkanku, tak lama kemudian kembali bersama
seorang dokter.Dokter mengizinkan aku pulang tapi setelah mengurus administrasi. Hafidz mengantarkan
aku kerumah orang tuaku, dalam perjalanan kami hannya diam membisu, dan dari kejauhan aku melihat bendera
merah berkibar dipagar rumahku.sebenarnya ini ada apa ??????? beribu pertanyaan
muncul dalam benakku.
Ketika aku memasuki rumah,
semua mata memandangku dengan
iba,aku semakin tidak mengerti semua ini. Mbak lina, yang puluhan tahun ikut
ibu memelukku,,,
“sabar
non ya,,,,,ini ujian dari Allah.”
dia menceritakan, mama dan papa segera pulang setelah tau aku dirawat
di rumah sakit,mengalami pendarahan hebat, dalam perjalanan pulang,hujan begitu
lebat, dan mobilnya tergelincir masuk kejurang, tidak ada yang selamat, termasuk
bang maman, suaminya mbak lina.walaupun mereka hanya pekerja dirumahku, tapi
kasih sayang mereka terhadap kami begitu tulus, apalagi dalam pernikahannya
yang sudah senja,belum dianugrahi seorang anak.
Aku melihat mobil polisi memasuki halaman rumahku, diikuti tiga
unit mobil ambulance menurunkan jenazah kedua orangku dan bang
Maman. Sekilas aku memandang bang
rizal dan akmal mereka sangat terpukul sama sepertiku. Aku tidak ikut
memandikan jenazah mama, sebenarnya sebagai anak perempuan satu-satunya dalam
keluarga, aku harus bisa melakukannya,seperti yang dilakukan kedua saudaralaki-lakiku
terhadap papa dan bang maman, tapi aku tidak mau kehadiranku malah menghambat.
Aku memperhatikan ketiga jenazah yang telah dikafani dan sesaat lagi akan dishalatkan,aku
membisikan sesuatu kepada mama.
“Ma.... mai janji... gak bakalan tidur lagi selepas shalat subuh,mai
akan mewujudkan keinginan mama dan papa untuk sesegera mungkin meraih gelar
sarjana”
aku berulang kali mencium wajah mama dan papa. Setelah
selesai melakukan shalat jenazah,,,aku tidak menghantar ketiganya ketempat
peristirahatan terakhir,, sekali kali kukatakan, aku tak sanggup.
Seminggu sudah berlalu, bang akmal berpamitan,
dia mengatakan shaina baru aja melahirkan anak pertama mereka, perempuan, aku
mengucapakn selamat dan titip salam buat kak shaina, yang tidak bisa menghadiri
proses pemakaman mertuanya, sedangkan bang Rizal , harus segera kembali ke
kantor, izin cuti tidak boleh diperpanjang. Kini dirumah ini….. tinggal aku dan mbak lina,
sedangkan Hafidz hanya sesekali muncul, mereka beranggapan Hafidz tidak bisa meninggalkan tugasnya
karena ada perlombaan qari dan qariah terbaik tingkat kabupaten, dan dia
merupakan salah satu juri padahal itu semua atas permintaanku, aku tak ingin
lagi melihat wajahnya.
Begitu banyak rentetan peristiwa yang datang
dalam waktu bersamaan, mengguncang jiwaku. Aku menghabiskan waktu hanya melamun,
dan air mata selalu menemani hari-hariku, tidak ada lagi keceriaan diwajahku,
tidak ada lagi mama yang selalu mengomel demi untuk kebaikanku juga, tiada lagi papa yang
selalu memanjakanku, menemaniku menyaksikan setiap pertandingan bola dan tiada
lagi sosok bang maman yang telah kuanggap sebagai orang tuaku sendiri, yang
begitu menyayangiku. Yang ada dalam benakku hanya ada Hafidz dan perempuan itu,
yang telah mengkhianatiku dan menghancurkan kepercayaanku. Sahabatku Aisyah dan
Ronny selalu datang untuk menghiburku. Aku juga tidak mengerti akan sikap Ronny,sikapnya
masih seperti dulu, penuh perhatiaan walaupun dia tau aku sudah bersuami,
“Mai, kamu tidak
boleh bersikap seperti ini terus-menerus” ucap Ronny
di suatu senja Hafidz mendatangiku, ketika aku hanya berdiam diri
didalam kamar.
“kata
mbak lina kamu susah kali diajak makan, dalam sehari belum tentu sesuap nasipun
kamu makan”
dia membawakan makanan untukku tapi usahanya sia-sia, aku hanya
menatapnya dingin, bagiku apa yang dilakukam Hafidz tiada arti lagi, aku tidak
mengublisnya.Tak ada kebencian pada diriku apalagi cinta untuk Hafidz….Semua telah
hilang, ketika Hafidz mengkhianatiku, ketika aku kehilangan calon bayiku dan
kematiaan kedua orangtuaku, itu kurasa sudah cukup.Hafidz memeluk dan
menciumku, dia berjanji tidak akan pernah menyakiti apalagi mengkhianatiku,,aku
hanya diam membisu,akhirnya dia pergi dan meninggalkanku tanpa sepatah kata.
“Mai,
sebentar ya, aku mau kesana”
aku menuju kearah cahaya itu dan mengikutinya, dia selalu ada disaat
aku sedang berkumpul dengan kedua orang tua dan anakku, semakin aku mengejarnya
dia semakin menjauh.
“Maiiiiiiiiiiiiiii, kembali sayang”. mama memanggilku..
aku terbangun ketika suara azan subuh berkumandang, lagi-lagi aku
bermimpi tentang peristiwa yang sama.
Hari berganti, tapi aku tetap disini,,, dikamar ini, berdiam diri,,,
aku semakin menyukai kesendrianku, walaupun mama, papa dan anakku sering
menemaniku disaat aku merasa sepi.
“Mai,,, hentikan ini “ Hafidz menggocang
tubuhku dengan kuat,,,
Aku menatapnya dan tersenyum.
“Hafidz tu liat,,,dedek bayi tertawa” sambil
menunjuk kearah jendala
Aku terus mengawasi anakku,yang bermain diluar
sana bersama kedua orangtuaku.
“kesini Mai....” Hafidz menarik tubuhku
kedalam pelukannya.
“disini
hanya ada aku dan kamu.... kita berdua, selain itu tidak da siapa-siapa”..
Aku mengikuti ajakan Hafidz untuk mandi, belakangan aku tidak terlalu
menyukai air yang mengguyur tubuhku, apalagi “dedek” selalu mengikuti kemanapun
pergi, aku tidak mau terjadi apa-apa dengan dia.karena ”dedek’’ mendahului kami
kekamar mandi,aku berlari kecil mengejarnya, dia kelihatan begitu bahagia,bermain
busa bersama anakku. Setelah menyalin pakaian dan menyisir rambutku,,, Hafidz melarang
aku tidur,,apalagi katanya mau magrib,,aku mengiayakan karena aku masih ingin
bermain dengan anakku walaupun terkadang aku melihatnya lebih sering bersama
kedua orang tuaku..
Ketika aku mendekati orangtua dan anakku tiba-tiba bayangan putih itu
menghalangi langkahku, suaranya begitu
bergema,aku terbangun,,ketika aku membuka mata rupanya hafidz duduk disisi
ranjang.,dia melatunka Surah Al-mu’minun [23] : 97-98).
“ Ya
Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan berlindung
(pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.”.
“Sudah
bangun sayang” Hafidz
tersenyum kepadaku,
rupanya aku tertidur juga tadi,,dia segera menyelesaikan pengajiannya
dan membantuku mengambil wudhlu,melaksanakan shalat magrib.sepanjang malam dia
bersamaku,,,menyuapiku makan dan segala sesuatu, semua dilakukan untuk aku.
“Sayang mau tidur ya ???? tanya hafidz
ketika dia melihat aku memejamkan mata dan menarik selimut, aku
mengangguknya. Hafidz menjelaskan, dalam sebuah hadis, diriwayatkan dari Amir
bin Syu’aib, diriwayatkan dari bapaknya,
dari kakeknya, ia berkata: Rasulullah Saw. Mengajari kami beberapa kalimat yang
ketika tidur agar terhindar dari ketakutan dan kekhawatiran, yaitu :
“ Dengan nama Allah, aku berlindung
dengan kalimat –kalimat Allah yang sempurna, dari murka-Nya, hukuman-Nya, dari
kejahatan hamba-hambanya, dari syaitan dan dari kehadiran mereka. “ (HR. Ahmad)
Malam ini aku tertidur pulas,suara lantunan ayat suci Al-Quran
terdengar begitu indah,,,mengingat akan Keagungan Allah Swt, aku terjaga dan
membangunkan Hafidz untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah,untuk pertama
kali aku tertidur sejak kematian kedua orang tuaku tanpa terusik mimpi yang
sama dalam sebulan terakhir ini. Balakangan ini Hafidz selalu ada disisiku,
mengambil cuti agar bisa menjagaku, setiap pagi selesai melaksanakan shalat
subuh, hafidz mengajakku untuk berolah raga walau hanya sekedar berlari-lari dibelakang
halaman rumah, sebenarnya aku ingin
bertanya, seandainya dia selalu bersamaku, bagaimana dengan perempuan itu ???? tapi hal itu urung
kulakukan.
Segela sesuatu mulai kukerjakan sendiri, aku mulai menerima kenyataan
kematian kedua orang tuaku,, dan kehilangan janin dalam kandunganku,,, aku
tidak mengurung diri lagi dalam kamar. Aku memperhatikan diri didepan cermin,
dan membandingkan beberapa foto yang ada didalam kamarku, dari bayi hingga aku
menikah dengan Hafidz, disana aku terlihat begitu cantik,,,memiliki mata yang
begitu indah,bulu mata yang lentik,hidung yang mancung, berlesung pipi dan
warna bibirku yang kemerahan dengan bentuk tubuh yang proforsional seperti papa
dan berkulit kuning langsat yang diwarisi dari ibuku,keturunan sunda. Tapi
sekarang kecantikan ku sudah mulai memudar raut wajahku begitu kusam, kurang
tidur apalagi pola makan yang tidak teratur menyebabkan tubuhku begitu kurus
dan urat dileherku,bisa digunakan sebagai peganti asbak rokok,aku yang dulu
berbeda dengan yang sekarang, tapi aku harus berubah , aku ingin seperti dulu,
tampil selalu segar dan menarik terutama untuk Hafidz walaupun aku belum bisa
memaafkan dia seutuhnya tapi aku ingin selalu menyenangkannya,,ketika pulang
dia disambut oleh seorang bidadari, bukan istri yang berpenampilan bak seorang
pembantu.
Aku menelpon aisyah, menanyakan gimana keadaannya, aku bisa mendengar
suara diseberang sana yang begitu bahagia,
karena aku menelponnya, aku masih ingat, ketika aku mengusirnya waktu dia
mengujungiku,aku meminta maaf, malah dia ketawa
“persahabatan itu tidak mengenal istilah kata
maaf,karena seorang sahabat itu selalu memaafkan apalagi kamu sayang” lanjut
aisyah
aku ketawa lepas ketika Aisyah kembali memanggilku dengan sebutan
“sayang” aku tidak ingat kapan aku mulai dipanggil “sayang“ mungkin ketika aku mulai
dekat dengannya waktu dibangku smp,kelas 1, hampir sepuluh tahun sudah, dan meminta
papa, mendaftarkan aku kepasatren, biar selalu bersama Aisyah. Alhamdulilah
hingga kuliah, Aisyah wanita yang sederhana, berkulit hitam manis, dan berperawakan
sedikit pendek,selama aku berteman dengan dia, orangnya sangat baik,terkadang
berselisih paham tapi hanya sesaat,dan yang paling kukagumi dari dia, dia tidak
pernah ingin tahu tentang permasalahan keluargaku atau mahlinggai perkawinanku.
”Wooooiiiiiiii,,,,kenapa diaam,” lagi-lagi
Aisyah mengagetkn aku
Aku beristifar “Astaghfirullah” dan mengatakan kepada dia, kalau
sekarang ada seseorang yang memanggilku dengan sebutan yang sama “sayang” yaitu
suamiku Hafidz dan sekali lagi kami pun tetawa lepas.
Akhirnya skripsiku selesai juga,walau sedikit mengalami penundaan,
dikata pengantar aku menulis ucapan terima kasih kepada Allah Swt, kedua orang
tuaku yang telah tiada, semua pihak yang membantu aku , terutama buat Aisyah
dan Ronny, dan terspecial untuk Hafidz suamiku,,, you are everything, walaupun
tiada yang sempurna, tapi untukku Hafidz adalah makhluk yang sempurna.ketika
hari wisuda diumumkan aku terpilih sebagai mahasiswa terbaik tahun ini.
Ramadhan telah tiba, Hafidz diminta oleh penyedia layanan umroh untuk
menjadi ketua rombongan dan mengajakku ikut serta selama 3 minggu,,aku sangat
antusias menyambutnya. pertama kali mengijak kaki ditanah haram , aku terpana
ketika melihat kabah, hatiku berdesir, lalu kulafadkan doa;
“ Allahumma zid haadzabaita
tasyriifan wa ta’zhiman wa takriiman wa mahaabatan wazid”
Memasuki 25 ramadhan , Hafidz
mengajakku ke London,dia mengatakan ada undangan dari Kedutaan Besar Indonesia
untuk menjadi imam disana dalam pelaksanaan salat ied. Kami melaksanakan shalat
tarawih dimasjid Baitul Futuh, terletak dipinggiran kota London, Baitul Futuh
dibangun diatas lahan seluas 21,000 meter persegi dan memiliki kapasitas 10.000
jamaah, dan merupakan masjid yang
terbesar di Eropa Barat. Masjid ini terdiri atas 1 buah main hall, 1 buah kubah
dan dua buah manara masjid. Disana kami bertemu dengan official Chealsea, Mr.
Muhammed Al-Habshy, peranakan Moroko, dia kelihatan begitu akrab dengan Hafidz. ketika
kami memperkenalkan diri, Al-habshi
tersenyum, dia sangat mengangumi Indonesia, dengan penganut Islam terbesar di
dunia, namun bisa hidup berdampingan dengan pemeluk agama yang lain. Aku mengatakan kepadanya:
“
Indonesia- 13.000 islands, 300 distinct cultural groups and indigeneous languages, and one more
language, Bahasa Indonesia (Indonesian), understood right across the
archipelago. From Sabang in the west to Merauke in the east, local linguistic
differences can be as diverse as those found across Europe or Africa. Learning
even the basics of Indonesian will change a good holiday into an unforgettable
experience “.
Ketika pelaksaan salat ied di Kompleks kedutaan besar RI di London, aku
sungguh terharu, untuk kali pertama aku melaksanakannya di negeri yang
minolitas muslim dan jauh dari keluarga besar terutama kedua orang tua, yang
telah tiada, aku memanjatkan do’a di hari yang fitrah ini
Ya
Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua bapak-ibuku dan sekalian orang mukmin pada
hari terjadinya hisab (hari qiamat). {QS. Ibrahim [14]:41}.
Kami berkumpul bersama seluruh
masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai kalangan, baik itu pejabat,
pekerja,mahasiswa dan pelajar, kebersamaan yang begitu berharga, apalagi menu
yang disajikan dari masakan nusanatra, aku merasa seperti berada dirumah.
Hafidz mengajakku kesuatu tempat, dihari berikutnya,,dalam perjalanan, dia
menutup kedua mataku dengan kain hitam, dari kejauhan aku bisa mendengar
yel-yel fans chealsea. Aku masih ragu, ini mimpi atau kenyataan. Faridz mengatakan sudah
sampai, dan aku boleh membuka kain penutup mata.ketika turun dari Taxi. MASYAALLAH,
ini benar-benar stadium Stamford Bridge, aku sangat terharu, terima kasih
sayang ya, aku mencium dan memeluk Hafidz.
“Berterima kasihlah kepada Allah SWT, yang telah mempertemukan kita
dengan Al-Habshi, waktu melaksakankan shalat tarwih kemaren itu, dia
ketinggalan dompet, dan aku mengembalikannya, setelah berbincang-bincang, dia
mengundangku menonton pertandingan sepak bola, aku mengatakan tidak mengerti
tentang bola tapi kamu sangat menyukainya dan berharap ketika berjumpa dengan
kamu, dia merahasiakannya karena telah memberikan golden tiket untuk kita berdua” ujar
Hafidz.
Memasuki stadium dengan kapasitas
41.837 kursi penonton,pertama kali dibuka pada tahun 1877 dan digunakan oleh London Atletic Club hingga
tahun 1905, saat pemilik baru Gus Mears
mendirikan Chealsea Football Club, stadium yang mengalami berbagai
perubahan besar selama bertahun-tahun yang terakhir pada decade 1990-an ketika dilakukan renovasi
untuk menjadikan sebuah stadium yang lebih modern, stadium dengan kursi
penonton pada setiap tribun, itulah sejarah yang aku baca mengenai Stamford Bridge.
Mataku tak henti-hentinya mencari sosok
Edin Hazard, pangeran impianku, aku lega ketika seluruh permain memasuki
lapangan, akhirnya aku bisa melihatnya dengan jarak yang sangat dekat, dia
begitu tampan, rambutnya yang ikal,bola matanya kecoklatan dan kulitnya yang
putih. Untuk sesaat aku melupakan suamiku yang duduk bersebelahan denganku,.
Pertandinganpun berakhir, dengan skor 1-0 berhadapan dengan Sunderland,, gol
semata wayang dicetak dimenit 82 oleh Juan Matta yang akhirnya bisa membuat aku bernafas
lega,ketika aku mengajaknya keluar, Hafidz mengatakan tunggu sebentar, dia menunggu
seseorang. Tak lama muncullah Habshi, dia mengajak kami ke ruang ganti, didepan koridor aku melihat Edin
hazard, dia tersenyum kepadaku dan menghampiriku .
“ I sincerely wish u happy ied Mubarak
“
Aku
tersenyum dan mengatupkan kedua tangan didada, dia membuka jersey dan
membubuhkan tanda tangan, lalu memberikannya kepadaku, aku menerima dengan
tangan gemetar, mimpikah aku! untuk meyakini diriku, kucubit lenganku
sendiri.Aku tidak berucap suatu apapun,
dia hanya sesaat berdiri dihadapanku,aku hanya menatapnya hingga dia berlalu
dari hadapanku
Akhirnya kami kembali ke hotel, beribu
pertanyaan muncul dalam benakku,,,ketemu Hazard, mendapat jersey plus tanda
tangan, ahhh itu gak mungkin, kalau tidak diatur sebelumnya.Hafidz menjelaskan itu
semua hadiah dari Al-habshi,karena hari ini aku berulang tahun dan sebagai anniversary perkawinan kami yang
baru memasuki usia setahun. Astagfirullah, kenapa aku bisa lupa ya,bertambah
setahun usiaku,22 tahun,dan setahun sudah aku menjadi istri Hafidz, tidak ada
suatu kebaikanpun yang kuperbuat untuk dia, aku memeluk Hafidz dam mencium
bibirnya dengan lembut, makasih sayang ya ! kamu telah memberikan yang terbaik
untukku, maaf ya, gara-gara aku kamu melantarkan istri kamu yang lainnya.
Hafidz hanya terdiam.aku ikhlas dimadu,,jujur sebenarnya aku tidak ingin
berbagi suami dengan wanita manapun didunia ini, tapi cinta itu perlu
pengorbanan.
“ Cinta” , kulihat
keraguan diwajah Hafidz.
“
Iya, sayang”
jawab ku
Hafidz tersenyum dan berucap syukur tiada
henti-hentinya,
“kamu tau sayang,, aku
sudah lama menunggu kata ini keluar dari bibir kamu, Aku jatuh cinta ketika
pertama kali melihat mu, tapi aku rasa tidak mungkin, selain kamu itu muridku,,
aku yakin mana mungkin kamu mau dijadikan istri oleh laki-laki sperti aku ini”
Aku melepas
pelukan Hafidz dan mengatakan kepadanya,
“jika kamu jatuh cinta kepadaku
kenapa kamu menyakiti ku..! menikahi wanita lain tanpa sepengetahuanku dan kamu
tau sendiri jika kamu memberitahu aku sebelummnya, aku tidak pernah menyetujuinya”
Hafidz menarik lagi tubuhkuku dalam
pelukannya,,,
“siapa yang menikah sayang…….? Hafidz balik bertanya
“Sudahlah
Hafidz.! Ujar ku
aku berusaha melepaskan diri untuk kedua
kali,tapi usahaku sia-sia.
“Kamu keliru sayang…..! wanita yang kamu liat di
airport, toko buku dan yang kamu ikuti hingga ke tempat familynya itu bukan
siapa-siapanya aku, aku mengajar di KL,
ditempat pakceknya, dia kesini untuk berlibur, aku mengaku bersalah pergi
berdua dengan wanita yang bukan muhrim, dan membuat kamu terluka, dan kehilangan
calon bayi kita” Hafidz menjelaskan
“Lalu, kenapa kamu berubah sejak kepulangan
terakhir dari KL ? “
“Maafkan
aku sayang, ini memang keterlaluan, tapi kalau kau tau apa yang sudah kualami,
mungkin kau rela mengampuni kelancanganku selama ini, aku kecewa sama kamu, dan
aku betul-betul tak sanggup jika harus kehilangan kamu”.
“
Apa yang sudah kau alami?” Tanyaku mengerutkan kening.
Hafidz meraih kedua tanganku dan
menangkupnya dengan kedua tangannya. Matanya menatapku tanpa kedip, aku pun
membalasnya sama.
“Setelah
aku pulang dari KL,Ronny pernah menelpon”
“Hahhhhh.....”
“
Dia menceritakan bagaimana kedekatan kalian selama PPL….”
Ya Allah! Aku membelalak dengan mulut setengah terbuka,
bibir dan tenggorakanku terasa kering.
“Dia mengirimkan foto
kebersamaan kalian, dan disana kamu kelihatan
bahagia,aku tidak menyangka kalau kamu bisa berbuat begitu dibelakangku,
aku menyadari diriku ini bukanlah siapa-siapa dibandingkan dia, dia begitu
tampan, aku yakin tidak ada seorang wanitapun yang tidak tertarik dengan Ronny,
termasuk kamu Mai....! Aku takut kamu akan meninggalkanku dan pergi bersamanya !” lanjut hafidz dengan suara berat
“Ya Allah, karena itu kau menjauhi aku !
Mungkinkah kau mempercayainya ? Tidakkah intuisimu memberitahu bahwa semua itu
bohong ? aku membela diri
“Aku tidak tahu apa yang
harus aku percayai, Mai... tapi aku sempat berpikir kalau itu benar, aku takkan
sakit hati, asalkan kamu bahagia. Sebab aku tahu, kamu selama ini tidak
mencintai aku” suara hafidz terdengar semakin serak...
Aku menggigit bibir kuat-kuat untuk
mencegah turun air mata, dan tanpa
kusadari bahwa pipiku sudah basah kuyup. Hatiku terasa terajam, pedih dan
menyakitkan.
“Jadi
kau lebih percaya Ronny dibandingkan aku...? Betapa menyakitkan...
“Maafkan
aku Mai... bila aku pernah meragukanmu. Tapi sekarang aku
sadar, sebabnya bukanlah kau, melainkan aku ! Rasa bersalah aku menyebabkan aku
tidak berhak dicintai olehmu, bahkan
sepatutnya
kau sakit hati dan meninggalkanku…..”
Oh, Hafidz
!kalau begitu kau belum mengenaliku !
“Tak
dapat kubayangkan betapa sedihnya hatiku mendengar orang yang kucintai
ternyata…….. Mai , maafkan aku telah mencurigaimu tanpa
alasan! Untung suatu hari aku secara kebetulan aku bertemu Aisyah.Aisyah
menceritakan semua yang pernah kau adukan padanya, bukan main bahagianya aku
saat itu! Barulah aku yakin apa yang kau janjikan padaku keluar dari hatimu. Mai,
semua itu membuat aku semakin mencintaimu…”
Ada kejujuran dan ketulusan di mata
Hafidz, tidak ada alasan aku meragukan ucapannya. Akupun meminta maaf telah
mempermalukan dia dihadapan perempuan itu, yang sekarang aku baru tahu namanya
“Zaskia”dan aku berucap syukur, karna aku tidak pernah menceritakan permasalahan
yang kuhadapi kepada orang lain termasuk kedua orang tua, dan saudaraku,kalau
hal itu kulakukan, aku telah menfitnah suamiku sendiri. Apalagi selama aku
sakit, Hafidzlah yang siang malam merawatku, ketika keluargaku sendiri
mengajukan aku agar dibawa ke “Psychiatrist”, Hafidz mati-matian menolaknya.
Hal itu aku ketahui dari mbak lina, sepanjang malam Hafidz melatunkan ayat suci
Al-Quran,ketika jiwaku terguncang dan sebelum aku terbangun dia meninggalkanku,
aku yakin cahaya putih yang selalu menuntunku dikala keinginanku begitu kuat
berkumpul dengan orangtua dan anakku adalah doa yang selalu Hafidz ucapkan untuk
kesembuhanku.
Aku menatap Hafidz dalam-dalam, dia
tidaklah tampan,,pertama kali aku melihatnya 6 tahun yang lalu,ketika aku masuk
pondok pasantren, aku sama sekali tidak
menyukainya,, lelaki misterius dan aneh,,, jarak usia kami 8 tahun, aku ingin
memberinya seorang putra, tentunya dengan seizin Allah SWT.
Hafidz, membisikan sesuatu ditelingaku
:
I
WILL WAIT
I want to hug u soon…….
Take tuk accompanied my step……
But not right to me …
And would I force it…..
You’re still not mine….
Not yet beloved…..
And I have not become part of
your life….
Not to be the one who always
fill your heart…..
Although I felt tired last….
I will continue to hold…..
All the longing……
And the unspoken desire….
You’re like a month…
Glow lit the dark night…..
Seen by my eyes without a
barrier…..
But you’re tought
unattainablendure
But I must endure….
Because you’re given me hope…
Would love an almost imposible
unattainable
Although I know it’s not as
easy as reaching tuk me…..
Because what u want it’s not
just me…..
Thou doughter of the king who
yearn….
Many princes and nknight who
tried to reach you…
While
I’m just nameless soldier for u……
Yes…I do not soldier named….
Not as strong as the
warrior…..
No semenawan princes…..
Only dreamer with a piece of
poetry alone…
But I’m definetily waiting for
u….
Waiting for an answer from my
love….
Aku
berucap syukur kehadirat Allah, atas
segara kenikmatan yang diberikannya,,,walaupun dia tak setampan Edin Hazard,
tapi dia mampu mebimbingku disegala situasi. Aku bersandar ke bahunya, walaupun
tanpa instrumental, aku membawakan lagu Novi Ayla;
Cintai aku , sayangi aku, kasihi aku,
miliki aku. Cintai aku karena Allah, sayangi aku karena Allah, kasihi aku karena
Allah, miliki aku Karena Allah. Bukan langit , bukan bumi, bukan bulan matahati kau jadikan saksi cinta
hanya Allah sang maha cinta. Bukan harta,bukan rupa, bukan pula kehebatan, iman
dan taqwamu sayang,mencintaimu aku tenang. Kuingin menjadi surga dalam lembaran
hidupmu,Kujadikan kau imam dan bimbinglah aku dijalan kebenaran.
T A M AT